Sabtu, 03 Desember 2011

Guru dan Umi

Bismillahirrohmanirrohiim
Untuk Umi yang seorang guru.

Umi dulu pernah bercerita tentang kakak kelasku yang bernama Haniva Az-zahra Fakultas Psikologi UI 2010. Dimana kakak kelasku itu sudah banyak menulis di koran. Hingga akhirnya aku menemukan tulisannya pada kolom suara mahasiswa. Bisa dibaca artikelnya.Semoga bermanfaat dan juga memotivasi kita yang membacanya agar meningkatkan kemampuan menulis kita. Insya Allah, doanya ya ka Haniva:)

Tulisannya berjudul:Guru itu Seumur Hidup Menginspirasi.


“What is a teacher? I'll tell you: it isn't someone who teaches something, but someone who inspires the student to give of her best in order to discover what she already knows.”
(Paulo Coelho, The Witch of Portobello)

25 November 2011, hari ini adalah hari guru. Hari persembahan untuk seseorang yang mengabdikan hidupnya untuk orang lain, seseorang dengan cita dan tekad yang mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Memang, Hari Guru tidak setenar hari Kartini pada 21 April, juga kalah dengan peringatan hari Bhayangkara pada 1 Juli lalu. Hari ini, bagi sebagian orang, mungkin berjalan seperti biasanya tanpa fungsi refleksi dan memberikan penghargaan kepada sosok yang meletakkan salah satu dasar pertama hingga kita bisa jadi seperti sekarang. Tapi saya percaya tentunya kita berbeda, hari ini adalah hari besar dengan penuh penghormatan dan ungkapan terima kasih atas jasa mereka, para guru kita.

Sekarang ini, banyak orang senang mengajar. Buktinya kita punya banyak pemuda bangsa yang aktif turun untuk mendirikan rumah belajar gratis, atau juga mengajar melalui bimbingan belajar atau juga les privat. Atau bahkan yang sangat tenar belakangan tahun ini adalah bergabung dengan suatu lembaga yang mengirimkan pengajar muda ke pelosok negeri untuk mengajar anak-anak bangsa yang jauh dari kota Jakarta. Hal ini baik dimaknai secara positif, Indonesia miliki banyak aset bangsa yang punya jiwa sosial tinggi. Tak lagi mereka sibuk menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri, tetapi bagaimana mereka belajar untuk membantu kehidupan orang lain menjadi lebih baik.

Semuanya tentunya dimulai dari semangat berbagi dan semangat untuk mewujudkan bangsa yang cerdas. Tak apa bila hanya dilakukan di lingkungan sendiri, karena kami percaya sesuatu yang besar tentunya dimulai dari langkah-langkah kecil yang konsisten.

Tetapi rasanya perlu, hari ini kita sejenak merefleksi nasib guru-guru kita yang jelas selamanya menginspirasi tetapi kesulitan hidup bagi diri sendiri. Pemuda bangsa memang senang mengajar, tetapi itu kita lakukan sebagai pekerjaan sampingan kita. Kita mengajar untuk mengisi waktu luang kita agar bisa bermanfaat untuk yang lain.

Seberapa banyak sih dari kita yang benar ingin jadi guru di tempat terpencil tanpa sarana dan upah yang mumpuni? Prediksi saya tidak banyak. Oleh karena itulah pengorbanan guru-guru kita perlu kita hargai setinggi mungkin. Mereka rela bertahan berprofesi sebagai guru dengan sambilan tukang ojek mungkin juga pedagang kecil-kecilan. Mereka mengabdi, benar mengabdi.

Merefleksi diri tentang hal di atas semoga membuat kita tetap semangat dan tidak merasa cepat puas dengan apa yang sudah kita lakukan untuk mengajar di lingkungan sekitar kita. Rasanya perlu terkadang kita berkaca, bahwa usaha hingga lelah yang kita rasakan belum apa-apa dibanding guru-guru kita yang bahkan mengabdikan seluruh hidupnya untuk mengajar.

Kita mungkin masih menjadikan mengajar jadi kerjaan sambilan, tetapi mereka berbeda. Kita pun mungkin dibayar dengan gaji yang besar, sedang tetap mereka tidak. Tetapi ketulusan mereka tetap mengalir. Ya, kita harus banyak belajar dari mereka. Guru itu seumur hidup menginsipirasi.

Terima kasih kepada seluruh guru Indonesia, semoga Indonesia lekas menjadi bangsa yang cerdas. Pula bangsa yang mampu menghargai pengorbanan guru-gurunya.

Haniva Az Zahra
Peserta Program Pembinaan SDM Strategis Nurul Fikri(//rfa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar